OVERMACHT

Diatur dalam pasal 48 KUHPidana :
”Barang siapa melakukan perbuatan karena terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan tidak boleh dihukum”.

Kata “terpaksa” harus diartikan, baik paksaan bathin maupun paksaan lahir, rohani maupun  jasmani.
            Kekuasaan yang sama sekali tidak dapat dihindarkan yaitu kekuasaan yang berlebih, kekuasaan yang pada umumnya dianggap tidak dapat dilawan yang disebut ”Overmacht”

Menurut Mr. J. E. Jonkers, Daya Paksa (Overmacht) dibedakan atas 3 macam, yaitu :
  1. Daya Paksa Mutlak (Absolute Overmacht)
  2. Daya Paksa Relatief (Relatief Overmacht)
  3. Keadaan Darurat (Noodtoestand)

  1. Daya Paksa Mutlak ( Absolute Overmacht ).
Dalam hal ini orang itu tidak dapat berbuat lain, ia mengalami sesuatu yang sama sekali tidak dapat mengelakkannya, ia tidak mungkin memilih jalan lain.
Contoh Kasus :
a.       Seseorang dipegang oleh orang lain yang lebih kuat tenaganya, dilemparkan kearah kaca jendela sehingga pecah dan mengakibatkan kejahatan ”pengrusakan barang” (Pasal 170 KUHPidana, dalam peristiwa semacam ini dengan tidak usah ada ketentuan pasal 48 KUHPidana yang mudah dimengerti pula, bahwa orang kedua tsb tidak dapat dihukum, karena segala sesuatu yang melakukan suatu peristiwa pidana tsb ialah  orang pertama, maka orang yang pertama inilah yang berbuat dan dialah yang harus dihukum.
b.      Sebuah Jasa Pengiriman Paket Kilat mengirim suatu paket barang berisikan makanan dari Palembang ke Jakarta dengan melalui jalur udara, namun karena adanya keterlambatan / penundaan penerbangan dikarenakan cuaca buruk, maka pihak Pengiriman Paket Barang Kilat mengirimnya dengan jalur darat sehingga baru sampai ketempat tujuan selama 2 hari sehingga makanan didalamnya basi. Oleh karenanya pihak Jasa Pengiriman Paket Kilat tidak dapat dipersalahkan berdasarkan Pasal 1356 KUHPerdata karena keterlembatan tsb bukan karena kesengajaan / keinginan dari pihak Jasa Pengiriman Paket Kilat melainkan karena musibah alam yang tidak dapat diduga sebelumnya.

  1. Daya Paksa Relatief ( Relatief Overmacht ).
Disini kekuatan dan atau kekuasaan yang memaksa orang itu tidaklah mutlak, tidak penuh. Orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan memilih atau berbuat hal lain.
Kekuasana, kekuatan, dorongan atau paksaan physiek atau pyschich terhadap orang yang bersangkutan bersifat relative atau nisbi.
            Contoh Kasus :
Seorang bernama A menodongkan senjata api kearah kepala B dengan bermaksud memaksanya membakar rumah. Jika B tidak lekas membakar rumah itu maka kepala B akan ditembak. Dalam fikiran memang mungkin B menolak suruhan A untuk membakar rumah itu, sehingga ditembak mati. Akan tetapi jika B menuruti perintah A membakar rumah itu, meskipun ia berbuat suatu kejahatan tetapi toch tidak dihukum, karena adanya paksaan tsb.

Perbedaan kekuasaan yang bersifat Absolute dan Relatief itu ialah :
            Bahwa pada yang bersifat absolute dalam segala sesuatunya orang yang memaksa itu sendirilah yang berbuat semaunya, sedangkan pada yang relatief maka orang yang dipaksa itulah yang berbuat , meskipun dalam paksaan kekuatan.

            Tidak semua kekuasaan yang memaksa dapat membebaskan orang dari hukuman. yang dapat membebaskan itu hanyalah suatu kekuasaan yang begitu besarnya sehingga sama sekali tidak dapat dihindarkan lagi, tidak harus dilawan. Jika suatu paksaan itu beresiko akan dipukul tangan saja, itu tidak dapat sebagai ”Overmacht” karena ia masih dapat melawan atau menghindarkan pukulan tangan itu.
            Jadi dalam hal ini dalam kasus pembakaran rumah tsb, orang yang dipaksa untuk membakar rumah tsb tetap dapat dihukum. jadi paksaan itu harus ditinjau dari berbagai sudut, misalnya apakah orang yang dipaksa itu lebih lemah dari orang yang memaksa, apakah tidak ada jalan lain, apakah paksaan itu benar-benar seimbang apabila dituruti dan sebagainya. Hakimlah yang harus menguji dan memutuskan hal ini. Polisi hanyalah mengumpulkan bahan-bahan serta alat-alat buktinya saja yang akan diajukan untuk menjadi pertimbangan hakim.

  1. Keadaan Darurat ( Noodtoestand )
Bedanya dengan kekuasaan yang bersifat relatief bahwa ialah pada keadaan darurat ini orang yang dipaksa itu sendirilah yang memilih peristiwa pidana manakah yang ia lakukan itu, sedangkan pada kekuasan yang bersifat relatief orang itu tidak memilih, dalam hal ini yang mengambil inisiatif  ialah orang yang memaksa .
Contoh kasus :
a.       Sebuah perahu karam ditengah laut. Dua orang penumpang mengapung berpegang pada sebuah papan yang hanya kuat menahan satu orang saja. terjadilah perebutan diantara keduanya, untuk menolong dirinya dari tenggelam maka orang yang satu mendorong orang yang lain sehingga mengakibatkan orang itu tenggelam dan mati. Meskipun perbuatan tsb merupakan suatu tindak pidana pembunuhan (Pasal 338 KUHPidana) namun perbuatannya tidak dapat dihukum karena ia dalam keadaan ”overmacht”.
b.      Untuk menolong seorang anak kecil yang tertutup didalam rumah yang sedang terbakar, seorang pemadam kebakaran memecahkan kaca jendela sebagai jalan masuk untuk menolong anak kecil tsb. Meskipun  seorang pemadam kebakaran tsb telah melakukan tindak pidana ”Perusakan Barang” (Pasal 170 KUHPidana) tetapi ia tidak dapat dihukum oleh karenanya dalam keadaan ”overmacht” demi menyelamatkan seseorang dari kematian.
c.       Seseorang mendapat panggilan untuk datang menjadi saksi dalam perkara pidana di Pengadilan Negeri Palembang dan Jakarta pada hari dan jam yang bersamaan, ia dapat memilih salah satu tanpa mendapat hukuman dari pelanggaran hukum tidak hadir setelah dipanggil (Pasal 224 KUHPidana) karena terhalang oleh suatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan.

Orang yang melakukan pencurian dengan alasan terpaksa oleh kemiskinan atau oleh hal semacam itu, tidak dapat diterima sebagai dalam keadaan overmacht dan tetap dapat dihukum.
            Orang yang diserang oleh binatang orang lain dan membela diri dengan membacok binatang tsb dengan sebilah pedang. Hal ini tidak masuk dalam pengertian overmacht karena serangan yang mengancam itu tidak dengan melawan hak karena seoarang binatang tidak mungkin untuk berbuat sesuatu yang melawan hak.

DAFTAR PUSTAKA :
-          Rohman Hasyim, S.H.,M.H, Diktat Hukum Pidana–STIHPADA, Palembang, 2006
-          R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor, 1988