OVERMACHT
”Barang
siapa melakukan perbuatan karena terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak
dapat dihindarkan tidak boleh dihukum”.
Kata “terpaksa” harus diartikan, baik paksaan bathin maupun paksaan lahir, rohani maupun jasmani.
Kekuasaan
yang sama sekali tidak dapat dihindarkan yaitu kekuasaan yang berlebih,
kekuasaan yang pada umumnya dianggap tidak dapat dilawan yang disebut ”Overmacht”
Menurut Mr. J. E. Jonkers, Daya Paksa (Overmacht)
dibedakan atas 3 macam, yaitu :
- Daya Paksa Mutlak (Absolute Overmacht)
- Daya Paksa Relatief (Relatief Overmacht)
- Keadaan Darurat (Noodtoestand)
- Daya Paksa Mutlak ( Absolute Overmacht ).
Dalam hal ini orang itu tidak
dapat berbuat lain, ia mengalami sesuatu yang sama sekali tidak dapat mengelakkannya,
ia tidak mungkin memilih jalan lain.
Contoh Kasus :
a. Seseorang dipegang oleh orang lain yang
lebih kuat tenaganya, dilemparkan kearah kaca jendela sehingga pecah dan
mengakibatkan kejahatan ”pengrusakan barang” (Pasal 170 KUHPidana, dalam
peristiwa semacam ini dengan tidak usah ada ketentuan pasal 48 KUHPidana yang
mudah dimengerti pula, bahwa orang kedua tsb tidak dapat dihukum, karena segala
sesuatu yang melakukan suatu peristiwa pidana tsb ialah orang pertama, maka orang yang pertama inilah
yang berbuat dan dialah yang harus dihukum.
b. Sebuah Jasa Pengiriman Paket Kilat
mengirim suatu paket barang berisikan makanan dari Palembang ke Jakarta dengan
melalui jalur udara, namun karena adanya keterlambatan / penundaan penerbangan
dikarenakan cuaca buruk, maka pihak Pengiriman Paket Barang Kilat mengirimnya
dengan jalur darat sehingga baru sampai ketempat tujuan selama 2 hari sehingga
makanan didalamnya basi. Oleh karenanya pihak Jasa Pengiriman Paket Kilat tidak
dapat dipersalahkan berdasarkan Pasal 1356 KUHPerdata karena
keterlembatan tsb bukan karena kesengajaan / keinginan dari pihak Jasa
Pengiriman Paket Kilat melainkan karena musibah alam yang tidak dapat diduga
sebelumnya.
- Daya Paksa Relatief ( Relatief Overmacht ).
Disini
kekuatan dan atau kekuasaan yang memaksa orang itu tidaklah mutlak, tidak
penuh. Orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan memilih atau berbuat hal
lain.
Kekuasana,
kekuatan, dorongan atau paksaan physiek atau pyschich terhadap orang yang
bersangkutan bersifat relative atau nisbi.
Contoh Kasus :
Seorang
bernama A menodongkan senjata api kearah kepala B dengan bermaksud memaksanya
membakar rumah. Jika B tidak lekas membakar rumah itu maka kepala B akan
ditembak. Dalam fikiran memang mungkin B menolak suruhan A untuk membakar rumah
itu, sehingga ditembak mati. Akan tetapi jika B menuruti perintah A membakar
rumah itu, meskipun ia berbuat suatu kejahatan tetapi toch tidak dihukum,
karena adanya paksaan tsb.
Perbedaan kekuasaan yang
bersifat Absolute dan Relatief itu ialah :
Bahwa pada yang bersifat absolute dalam segala sesuatunya orang yang memaksa itu sendirilah yang berbuat semaunya, sedangkan pada yang relatief maka orang yang dipaksa itulah yang berbuat , meskipun dalam paksaan kekuatan.
Bahwa pada yang bersifat absolute dalam segala sesuatunya orang yang memaksa itu sendirilah yang berbuat semaunya, sedangkan pada yang relatief maka orang yang dipaksa itulah yang berbuat , meskipun dalam paksaan kekuatan.
Tidak semua kekuasaan yang memaksa dapat membebaskan
orang dari hukuman. yang dapat membebaskan itu hanyalah suatu kekuasaan yang
begitu besarnya sehingga sama sekali tidak dapat dihindarkan lagi, tidak harus
dilawan. Jika suatu paksaan itu beresiko akan dipukul tangan saja, itu tidak dapat
sebagai ”Overmacht” karena ia masih dapat melawan atau menghindarkan pukulan tangan
itu.
Jadi dalam hal ini dalam kasus pembakaran rumah tsb,
orang yang dipaksa untuk membakar rumah tsb tetap dapat dihukum. jadi paksaan
itu harus ditinjau dari berbagai sudut, misalnya apakah orang yang dipaksa itu
lebih lemah dari orang yang memaksa, apakah tidak ada jalan lain, apakah
paksaan itu benar-benar seimbang apabila dituruti dan sebagainya. Hakimlah yang
harus menguji dan memutuskan hal ini. Polisi hanyalah mengumpulkan bahan-bahan
serta alat-alat buktinya saja yang akan diajukan untuk menjadi pertimbangan
hakim.
- Keadaan Darurat ( Noodtoestand )
Bedanya dengan kekuasaan yang
bersifat relatief bahwa ialah pada keadaan darurat ini orang yang dipaksa itu
sendirilah yang memilih peristiwa pidana manakah yang ia lakukan itu, sedangkan
pada kekuasan yang bersifat relatief orang itu tidak memilih, dalam hal ini
yang mengambil inisiatif ialah orang
yang memaksa .
Contoh kasus :
a. Sebuah perahu karam ditengah laut. Dua orang
penumpang mengapung berpegang pada sebuah papan yang hanya kuat menahan satu
orang saja. terjadilah perebutan diantara keduanya, untuk menolong dirinya dari
tenggelam maka orang yang satu mendorong orang yang lain sehingga mengakibatkan
orang itu tenggelam dan mati. Meskipun perbuatan tsb merupakan suatu tindak
pidana pembunuhan (Pasal 338 KUHPidana) namun perbuatannya tidak dapat dihukum
karena ia dalam keadaan ”overmacht”.
b. Untuk menolong seorang anak kecil yang
tertutup didalam rumah yang sedang terbakar, seorang pemadam kebakaran
memecahkan kaca jendela sebagai jalan masuk untuk menolong anak kecil tsb.
Meskipun seorang pemadam kebakaran tsb
telah melakukan tindak pidana ”Perusakan Barang” (Pasal 170 KUHPidana) tetapi
ia tidak dapat dihukum oleh karenanya dalam keadaan ”overmacht” demi menyelamatkan
seseorang dari kematian.
c. Seseorang mendapat panggilan untuk datang
menjadi saksi dalam perkara pidana di Pengadilan Negeri Palembang dan Jakarta
pada hari dan jam yang bersamaan, ia dapat memilih salah satu tanpa mendapat
hukuman dari pelanggaran hukum tidak hadir setelah dipanggil (Pasal 224
KUHPidana) karena terhalang oleh suatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan.
Orang yang melakukan pencurian
dengan alasan terpaksa oleh kemiskinan atau oleh hal semacam itu, tidak dapat
diterima sebagai dalam keadaan overmacht dan
tetap dapat dihukum.
Orang
yang diserang oleh binatang orang lain dan membela diri dengan membacok
binatang tsb dengan sebilah pedang. Hal ini tidak masuk dalam pengertian
overmacht karena serangan yang mengancam itu tidak dengan melawan hak karena
seoarang binatang tidak mungkin untuk berbuat sesuatu yang melawan hak.
DAFTAR PUSTAKA :
-
Rohman Hasyim, S.H.,M.H, Diktat Hukum
Pidana–STIHPADA, Palembang, 2006
-
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), Bogor, 1988
Post a Comment